Pengelolaan Penangkapan Ikan Lemuru Di
Selat Bali
“Demi Kelangsungan dan Kelestarian
Ikan Lemuru Selat Bali”
A.
Pendahuluan
Sumberdaya
perikanan lemuru merupakan sumberdaya perikanan yang paling dominan dan
bernilai ekonomis di Selat Bali sehingga komoditi tersebut paling banyak
dieksploitasi oleh nelayan yang bermukim
di sekitar Selat Bali. Selain itu perikanan lemuru mempunyai peranan yang cukup
penting bagi kehidupan masyarakat setempat. Manfaat lain dari usaha perikanan
lemuru adalah sebagaisumber pendapatan daerah, penunjang industri lokal, dan
menambah penyediaan lapangan kerja baik di laut maupun didarat.
Perkembangan
pesat armada penangkapan purse seine, perubahan oseanografi dan pencemaran
perairan mengancam kelestarian sumberdaya ikan di perairan selat bali yang
mengakibatkan penurunan produksi. Mengingat peran penting lemuru jika terjadi
penurunan produksi, maka akan berpengaruh nyata terhadap kegiatan perekonomian
nelayan, perusahaan pengolahan dan jasa angkutan di wilayah tersebut. Dari
pertimbangan diatas maka diperlukan adanya pengelolaan penangkapan ikan lemuru
yang memperhatikan aspek ekonomi dan sumberdaya perikanan yang lestari.
Kebutuhan
pengelolaan penangkapan ikan lemuru ini sangat mendesak, melihat dari turunnya
hasil tangkapan dan ketersediaan ikan lemuru di Selat Bali pada tahun-tahun
belakangan ini. Menurunnya ketersediaan ikan lemuru tersebut dipengaruhi oleh
factor penangkapan berlebih, penangkapan ikan secara terus menerus tanpa
memperhatikan musim perkembangbiakan ikan lemuru, serta perairan selat bali
yang mengalami pencemaran dari limbah.
Untuk
mencapai pengelolaan penangkapan ikan lemuru di selat bali, dibutuhkan komitmen
bersama dari semua aspek baik dari pemerintah, swasta dan masyarakat. Kesadaran
dari masyarakat nelayan yang bergerak dalam bidang usaha penangkapan ikan
lemuru sangat berperan penting. Dengan dukungan dan konsistensi dari pemerintah
dalam penerapan peraturan dan kebijakan alternative untuk nelayan serta peran
swasta seperti pabrik-pabrik untuk mengelola limbah sebelum dibuang ke perairan
lepas. Dengan pengelolaan penangkapan ikan lemuru di selat bali tersebut demi
sumberdaya ikan yang lestari akan berpengaruh penting bagi pendapatan dan
kelanjutan usaha nelayan maupun pabrik pengolahan ikan lemuru, serta bagi
pemasukan pendapatan daerah.
“
Ikan Lestari, Nelayan Sejahtera”
B.
Habitat dan Perkembangbiakan Ikan Lemuru Produksi
Lemuru merupakan ikan-
ikan yang dalam bahasa inggris lebih dikenal dengan sardinella.
Lemuru biasanya hidup bergerombol. Badannya langsing dengan warna biru
kehijau-hijauan pada bagian punggung dan keperak-perakan pada bagian bawahnya.
Makanan utamanya adalah plankton. Untuk itu, ikan ini dilengkapi dengan tapis
insang (gill rakers) untuk menapis atau menyaring plankton makanannya.
Pada daerah Selatan
Jawa Ikan lemuru dapat ditemukan di hampir perairan pesisir dan laut. menurut
Fishbase (2010) ikan jenis Sardinella ini dapat ditemukan di pantai Selatan
Jawa Timur dan Bali khususnya pada spesies S. lemuru (pada litelatur lain
menyebutkan juga S. Longiceps). Lemuru biasanya ditemukan bergerombol dengan
makanan utamanya adalah plankton. Untuk itu ikan ini dilengkapi dengan tapis
insang (gill rakers) untuk menyaring plankton makannya. Terkait dengan
kebiasaan makannya, pada Gambar 1. disajikan siklus rantai makanan terkait
dengan habitat ikan yang berada dilautan yang dimulai dari sumber energi untuk
proses fotosintesis hingga konsumen tingkat tinggi yang berada di lautan.
Burhanuddin dan
Praseno (1982) dalam Burhanuddin et al, (1984) mendapatkan bahwa ikan lemuru
(Sardinella longiceps) adalah pemakan zoo dan fitoplankton. Zooplankton
merupakan makanan utama, menduduki persentase sekitar 90,52% – 95,54%,
sedangkan fitoplankton berjumlah sekitar 4,46% – 9,48%. Di dalam komposisi
zooplankton, Kopepoda menduduki persentase tertinggi di dalam isi lambung
lemuru, antara 53,76% – 55,00% dan selanjutnya zooplankton jenis lain. Hal ini
juga sama dengan penelitian mengenai Sardinella longiceps yang berada di India
oleh Kagwade, 1964; Dhulkhed, 1962 dan 1979; dan Sekharan & Dhulkhed, 1963
dimana fitoplankton dan zooplankton merupakan makanan utama ikan ini. Tetapi
meraka mendapatkan bahwa makanan utama adalah Diatome, Dinoflagellata, dan baru
Kopepoda.
C.
Penangkapan Ikan Lemuru
Penangkapan
ikan lemuru di perairan selat bali dilakukan sepanjang tahun menggunakan alat
tangkap jarring lingkar “purse seine” dengan dua perahu. Purse seine merupakan
alat tangkap yang baru diperkenalkan pada tahun 1974 oleh pabrik pengolahan
ikan. Alat tangkap purse seine mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dengan
perkembangan alat tangkap purse seine tersebut menyebabkan penangkapan ikan
lemuru secara besar-besaran. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan
Provinsi Bali mengambil langkah dalam Surat Keputusan Bersama yang mengatur
kuota jumlah alat tangkap dan peraturan tentang ukuran alat tangkap purse seine,
serta kuota penangkapan lestari yaitu sekitar 28 ton/tahun. Kuota alat tangkap
purse seine untuk daerah Bali yaitu sebanyak 83 dan 190 untuk Jawa Timur. Unit
alat tangkap yang terdapat di daerah Bali pada saat ini yaitu 74 unit alat
tangkap.
Penangkapan
ikan lemuru dilakukan dengan Godongan (one day fishing) dengan 15-20 trip dalam
satu bulan. Hasil tangkapan dalam satu kali melaut yaitu sekitar 25-30 ton.
Musim puncak terdapat pada bulan Maret, sedangkan musim paceklik pada bulan
Agustus. Biaya operasional per trip sekitar Rp. 5 juta.
Adapun
jumlah produksi hasil tangkapan ikan lemuru, yaitu :
Tahun
|
Produksi
|
2009
|
31,579
|
2010
|
15,653
|
2011
|
6,186
|
2012
|
3,299
|
Di
Pengambengan terdapat 12 pabrik pengolahan ikan yaitu pabrik pengalengan ikan
dan pengolahan tepung ikan. Kapasitas produksi pengalengan sekitar 197 ton/hari
dan 422 ton/hari untuk tepung ikan. Mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 2945
tenaga kerja.
Pada
saat ini hanya beberapa pabrik saja yang masih aktif melakukan produksi
dikarenakan stock ikan lemuru dari selat bali tidak mampu memenuhi permintaan
untuk bahan baku produksi. Beberapa pabrik yang masih aktif melakukan produksi
mendatangkan bahan baku ikan lemuru dari luar bali bahkan mengimpor dari luar
negeri.
C.
Permasalahan dan Alternatif Pemecahan Masalah
Permasalahan :
·
Belum
adanya peraturan daerah untuk mengatur penangkapan ikan lemuru di selat bali,
kurangnnya pengawasan dan solusi alternative mata pencaharian nelayan yang
sebagian besar menggantungkan nasibnya pada hasil laut.
·
Banyaknya
jumlah alat tangkap yang beroperasi, dengan ukuran mata jarring yang tidak
ramah lingkungan. Ukuran mata jarring pada purse seine yang digunakan nelayan
yaitu kurang dari 1 inch, seperti yang telah ditetapkan pada SKB tahun 1992.
·
Penangkapan
ikan lemuru yang tidak memperhatikan musim perkembangbiakan ikan lemuru.
·
Penangkapan
ikan lemuru secara berlebihan, baik jumlah maupun ukuran ikan yang ditangkap.
Contoh kasus; hasil tangkapan ikan oleh nelayan purse seine dibuang ke laut
karena melimpahnya hasil tangkapan dan tidak mampu ditampung oleh pabrik. 2)
Nelayan terus menangkap ikan ukuran 10-15 cm (sempenit) yang memutus rantai
perkembangbiakan ikan lemuru, begitu juga dengan ikan lemuru yang dalam masa
bertelur banyak ditangkap oleh nelayan setempat.
·
Perubahan kondisi perairan selat bali baik
dari segi oseanografi maupun dari limbah pabrik yang dibuang langsung ke laut
lepas tanpa adanya pengelolaan limbah sebelum dibuang ke laut lepas, berdampak pada pencemaran, ketersediaan
makanan dan kondisi perairan pada habitat ikan lemuru.
Alternatif
pemecahan :
·
Pemerintah
perlu duduk bersama dengan masyarakat nelayan dalam menentukan kebijakan
pengelolaan penangkapan ikan lemuru di Selat Bali. Peraturan daerah sangat
berperan penting dalam mengatur dan mengelola penangkapan ikan lemuruu yang
lestari dan berkelanjutan di selat bali dengan tidak mengesampingkan kebijakan
alternative mata pencaharian nelayan dalam mencari nafkah.
·
Perlu
adanya kesadaran masyarakat nelayan dalam penggunaan alat tangkap yang ramah
lingkungan, baik dari segi ukuran panjang, lebar dan mata jarring yang
digunakan dalam kegiatan penangkapan. Dalam SKB tahun 1992 ditentukan ukuran
mata jarring ikan untuk purse seine yaitu 1 inch sedangkan panjangnya yaitu
300m. berbeda dengan kenyataan dilapangan yaitu ukuran mata jarring yang
digunakan kurang dari 1 inch. Hal tersebut yang menyebabkan ukuran ikan yang
masih kecil pun ikut tertangkap, sehingga rantai perkembangbiakan ikan lemuru
terganggu.
·
Ikan
lemuru merupakan mahluk hidup yang kelangsungannya bisa dipertahakan dengan
berkembang biak. Dimulai dari musim pemijahan, bertelur, penetasan sampai ikan
lemuru dewasa. Apabila dari rantai perkembang biakan ikan lemuru tersebut
terganggu maka keberadaan lemuru pun akan terganggu yang bermuara pada
kelangkaan dan kepunahan.
Dengan adanya kesadaran dan komitmen
besama dari nelayan dalam penangkapan ikan lemuru yang lestari yaitu
memperhatikan musim kawin, bertelur, menetas sampai dengan ikan lemuru ukuran
dewasa. Maka kelestarian ikan lemuru ini akan terjaga. Dengan komitmen tersebut
maka ikan yang ditangkap yaitu ikan lemuru ukuran dewasa antara 15 – 20 cm.
Disamping menjaga kelestarian ikan lemuru, juga berpengaruh pada harga ikan
yang lebih bagus dan lebih stabil. Dimana ikan lemuru dengan ukuran tersebut
masuk dalam kriteria ikan kaleng yang harganya lebih tinggi disbanding dengan
harga ikan lemuru kualitas tepungan (ukuran sempenit).
·
Perlunya
peran pemerintah dalam mengantisipasi kelimpahan produksi ikan lemuru dengan
cara pembangunan instalasi cold storage, sehingga pada saathasil tangkapan
berlimpah ikan tidak terbuang dan pada saat hasil tangkapan sedikit, masih
terdapat stok bahan baku ikan lemuru.
·
Pabrik-pabrik
pengolahan ikan yang ada di wilayah selat bali harus memiliki Instalasi
Pengelolaan Air Limbah untuk menghindari pencemaran perairan di Selat Bali.
Selama ini, pabrik-pabrik membuang limbah langsung ke laut tanpa melakukan
pengelolaan limbah terlebih dahulu. Sehingga kondisi perairan menjadi tercemar
dan berpengaruh terhadap ketersediaan plankton yang menjadi makanan ikan lemuru
terganggu.